KOLEKSI BUKU-BUKU SULAWESI TENGAH
karya JAMRIN ABUBAKAR
Judul Buku : 9
TOKOH BERSEJARAH SULAWESI TENGAH
Penulis : Jamrin Abubakar
Ukuran : 14 X 20 Cm
Tebal : 96 halaman
Penerbit : Dinas Kebudayaan dan Pariwisata
Sulawesi Tengah, 2012
Stok : Rp 40. 000,-
ADA banyak tokoh bersejarah
di Sulawesi Tengah, tapi hanya sedikit buku yang membicarakan tentang sosok dan
kiprah mereka dalam pergulatan sejarah di berbagai bidang. Padahal pembentukan
Sulawesi Tengah menjadi salah satu provinsi di Indonesia termasuk memiliki
sejarah proses yang cukup menarik. Dibentuk melalui perjuangan berliku yang di
dalamnya melibatkan banyak tokoh penting dari daerah hingga ke pusat
pemerintahan RI. Selain itu kelak ada
pula tokoh yang mewarnai dinamika sosial budaya dalam mengisi pembangunan
setelah lahirnya provinsi.
9 tokoh yang dimaksud dalam
buku ini yaitu:
(1) Drs. H. Galib Lasahido
(tokoh birokrat dan putra daerah Sulawesi Tengah pertama yang menjabat
gubernur),
(2) Drs. H. Rusdy Toana
(tokoh pers/akademisi yang memiliki andil dalam pembentukan Provinsi Sulawesi
Tengah),
(3) Ladudin Bungkato
(tokoh buruh/pendiri GASBIINDO Sulawesi Tengah),
(4) Masyhuddin
Masyhuda, BA (budayawan dan pendiri Museum Negeri Sulawesi Tengah),
(5) Alimin Lasasi
(tokoh seni teater Palu yang berkiprah secara nasional),
(6) H. Hamid Rana
(tokoh pers dan Ketua PWI pertama Sulawesi Tengah),
(7) H. Ischak Moro
(tokoh politik senior dalam pembentukan Provinsi Sulawesi Tengah),
(8) J.K. Tumakaka
(tokoh politik dan putra daerah Sulawesi Tengah yang pertama menjabat menteri)
dan
(9) Dra. Hj. Zulfikar Abdullah
(tokoh perempuan bidang pendidikan dan politik).
Judul
Buku : TERJADINYA LEMBAH PALU
Penulis : Jamrin Ab ubakar
Ukuran : 17 X 23 Cm
Tebal : 62
halaman
Penerbit : Dewan Kesenian Palu, 2011
Harga : Rp 40.000,-
Stok : Tersedia
Buku ini
berisi cerita rakyat Tanah Kaili, Sulawesi Tengah terutama dalam lingkup Lembah
Palu dan sekitarnya yang selama ini hanya dituturkan dari mulut ke mulut.
Kemudian dieksploitasi menjadi cerita lisan berdasarkan sumber dari masyarakat
asal cerita atau legenda. Yaitu: 1. Terjadinya Lembah Palu, 2. Legenda Bengga
Bula, 3. Legenda Yamamore di Pusentasi, 4. Legenda Danau Dampelas, dan 5. Asal
Mula Kaledo.
Judul Buku
: ORANG KAILI GELISAH (Catatan
Kecil Seorang
Wartawan)
Penulis : Jamrin Abubakar
Tebal : 116 halaman
Ukuran : 13 X 19 Cm
Penerbit : Yayasan Kebudayaan Sulawesi Tengah,
2010
Harga : Rp 35.000,-
Stok : HABIS
BUKU Orang Kaili Gelisah Catatan Kecil Seorang
Wartawan merupakan kumpulan tulisan yang pernah dipublikasikan di surat
kabar lokal mengenai peristiwa seni dan
budaya di Kota Palu. Temanya memiliki
kaitan dengan denyut “nadi” sosial budaya To
Kaili (Orang Kaili) sebagai salah satu suku terbesar dan tersebar di
Sulawesi Tengah, utamanya di Kota Palu. To Kaili yang diidentifikasi dengan
adat istiadat dan bahasa sendiri serta berbagai sub-dialek dan karakter
tersendiri yang menunjukkan sebagai suku
sangat menarik dibicarakan. Meskipun
tulisan yang terhimpun dalam buku
ini terpisah satu sama lainnya atau tidak terfokus pada kajian tentang Kaili
itu, setidaknya mencerminkan sebuah “Kegelisahan”
Orang Kaili dalam mengarungi dan menghadapi kebudayaan global. Akibatnya, Kaili di antara beragam pertemuan
budaya suku-suku lain yang mengindonesia
nyaris kehilangan identitas.
Salah
satu indikasinya, soal bahasa Kaili yang penuturnya semakin berkurang terutama di Kota Palu. Ancaman kepunahan
bahasa Kaili bukan saja menjadi kegelisahan bagi pemerhati budaya, tetapi juga
merupakan kegelisahan pemilik budaya Kaili itu sendiri karena mulai tercerabut
dari akarnya. Ada banyak orang di Palu masih mengaku Orang Kaili hanya karena kedua orang tuanya
berlatar belakang suku Kaili, namun tidak bisa lagi berbahasa Kaili.
Judul Buku : MENGGUGAT
KEBUDAYAAN TADULAKO DAN DERO
POSO
Penulis : Jamrin Abubakar
Tebal : 111 halaman
Ukuran : 14 X 20 Cm
Penerbit : Yayasan Kebudayaan Sulawesi
Tengah, 2011
Harga : 40.000,-
Stok : Tersedia
Buku
ini berisi perdebatan atau polemik para tokoh budaya (budayawan) Sulawesi
Tengah terhadap gagasan kontroversi seorang tokoh pers dan pendidikan H. Rusdy
Toana (alm) tentang keinginan membentuk yang namanya “Kebudayaan Tadulako” pada
tahun 1996. Gagasan yang ingin merangkul beberapa etnis dengan masing-masing
latar belakang di Sulawesi Tengah dengan harapan ada
kesepakatan satu kebudayaan bernama Tadulako.
Rusdy
Toana pencetus yang mendapat dukungan
dari beberapa tokoh Sulteng itu
membuahkan polemik. Pro-kontra bukan saja di antara tokoh bersangkutan yang
ikut membicarakan, tapi juga kalangan akademisi dan budayawan, secara
terang-terangan menyatakan menolak gagasan Kebudayaan Tadulako. Dalam polemik
ini melibatkan budayawan Sulteng, Prof.
Tjatjo Taha, ahli bahasa Dr. Hanafi Sulaiman, politisi senior H. Hasan
Tawil, budayawan/sejarawan, Masyhuddin Masyhuda dan TS. Atjat. Mereka
berpolemik dalam media dan berkahir tidak tercapainya apa yang diinginkan Rusdy
Toana. Namun gagasan tersebut cukup melegenda sebagai Polemik Kebudayaan
tingkat lokal.
Judul
Buku : PERJALANAN DAN PEMIKIRAN H. HAMID RANA
MENULIS ZAMAN DENGAN
IFTITAH
Editor : Jamrin Abubakar
Tebal : 283 halaman
Ukuran : 14 X 20 Cm
Penerbit : Yayasan Pendidikan Mitra Ilmu,
2011
Harga : Rp 50.000,-
Stok : Tersedia
Dari
ratusan kolom Hamid Rana yang terselamatkan dari arsip-arsip edisi Koran MAL,
di sini dipilih sebanyak 101 tulisan dalam kurun waktu penulisan 1995-2001.
Pemilihan tulisan masa tersebut untuk mewakili dua masa perubahan sosial politik dari ujung kekuasaan
pemerintahan Orde Baru (Orba) ke masa pemerintahan Reformasi, setidaknya
tercermin pula dalam pilihan tema-tema tulisan Hamid Rana pada zamannya.
Tentunya
dengan harapan pembaca dapat memahami suatu masa tentang beragam dinamika
sosial, budaya, poilitik dan ekonomi pada saat kolom tersebut diterbitkan. Dalam
sejarah perkembangan pers di Sulawesi Tengah, Hamid Rana termasuk salah satu
tokoh penting dalam pembentukan organisasi Persatuan Wartawan Indonesia
Sulteng.
Judul
Buku :
GURU TUA PAHLAWAN SEPANJANG ZAMAN
Penulis : Jamrin Abubakar
Tebal : 107 halaman
Ukuran : 14 X
20 Cm
Penerbit : Ladang Pustaka, 2012
Stok
: Habis
Buku ini menyajikan tentang
sosok perjalanan dan pemikiran seorang gurubesar dari berbagai sisi yang
disertai pandangan dan kesaksian dari sejumlah murid-muridnya. Sekaligus
mengungkap sisi lain yang tak semua orang mengetahui terutama bagi generasi
muda yang hidup pada saat tokoh besar itu telah tiada. Tetapi sosok dan
mahakaryanya telah menjadi legenda sebagai “Pahlawan Sepanjang Zaman” yang
melahirkan mahakarya bernama lembaga pendidikan Alkhairaat yang berpusat di
Kota Palu dan kemudian menyebar ke sejumlah provinsi.
Dia adalah Guru Tua sebutan
bagi Al-Alimul Allamah Al-Habib Sayed Idrus bin Salim Aldjufri (S.I.S Aldjufri)
sangat dikenal di Sulawesi Tengah. Bahkan di sejumlah wilayah di Kawasan Timur
Indonesia, namanya bukan saja dikenal sebagai ulama kharsmatik, tapi juga tokoh
pendidikan, tokoh kemanusiaan, diplomat, pedagang, sastrawan dan berbagai
sebutan lainnya. Gelar Guru Tua memiliki makna guru yang dituakan sama
halnya sebutan “Tuan Guru,” bagi masyarakat di Nusa Tenggara Barat atau sebutan
“Andregurutta” di Tanah Bugis,
Sulawesi Selatan. Hal ini menunjukkan
kalau Habib Idrus bin Salim Aldjufri memiliki kharisma dalam menjalankan dakwah
Islam sepanjang hidupnya. Pemerintah menganugrahinya Bintang Mahaputra Adipradana tahun 2010.
Judul Buku : MISTERI
NEGERI SERIBU MEGALIT
Penulis : Jamrin Abubakar
Tebal : 79 halaman
Ukuran : 14 X 20 Cm
Penerbit : Ladang Pustaka, 2012
Harga : Rp 40.000,-
Stok : Tersedia
SULAWESI TENGAH
yang eksotik memiliki mahakarya purbakala zaman megalitikum yang mengagumkan di
dataran tinggi Tanah Lore yang tersebar di Lembah Napu, Lembah Behoa dan Lembah
Bada Kabupaten Poso hingga Lembah Palu merupakan anugrah yang tak ternilai.
Ribuan tahun Sebelum Masaehi di dataran tersebut terdapat peradaban sangat
tinggi yang jejaknya hingga kini masih terlihat.
Namun
yang jadi pertanyaan dari mana dan kemanakah mereka para pembuat megalit itu?
Sebaran megalit berbagai bentuk, ukuran dan kegunaan itu bukan saja menjadi
pusat kajian arkeologi, tapi sekaligus
menarik untuk kunjungan wisata budaya yang menyimpan mitos. Itulah “misteri
negeri seribu megalit.”
Judul Buku
: 13 TOKOH BERSEJARAH SULAWESI TENGAH
Penulis : Jamrin Abubakar
Tebal : 140 halaman
Ukuran : 14 X 21 Cm
Penerbit : Dinas pendidikan dan kebudayaan Sulawesi
Tengah, 2013
Stok : Ada
Harga : 50.000,-
Harga : 50.000,-
Buku
ini berisi 13 Tokoh Bersejarah dalam proses pembentukan Provinsi Sulawesi
Tengah, namun dalam perjalanan sejarah telah terlupakan. Padahal pada zamannya,
di antara tokoh itu merelahkan jiwa dan raganya demi perjuangan sebuah daerah
otonomi sendiri. Kehadirannya patut dicatat dalam sejarah sebagai rangkaian
sejarah nasional. Ke 13 tokoh tersebut antara lain:
1.
Abdul
Azis Larekeng
(Tokoh Birokrat Sulawesi Tengah)
2.
Abdul
Azis Lamadijido
(Mantan Gubernur/Bapak
Gerbosbangdesa)
3.
Andi
Raga Pettalolo
(Tokoh Diplomasi Bidang Olah Raga)
4.
Andi
Tjella Nurdin
(Tokoh Politik dan Perintis Pers di
Donggala)
5.
Asa
Bungkundapu
(Tokoh GPST/Anti
Permesta)
6.
H.
Hasan Tawil
(Tokoh Gerakan Pramuka)
7.
Kartini
Pandan Yotolembah
(Tokoh Pendidikan Kaum Perempuan)
8.
M.A.
Intje Makkah
(Perintis Pers Sulawesi Tengah)
9.
R.M
Kairupan Malonda
(Tokoh Politik Kaum Perempuan)
10.
Thayeb
H. Muda
(Tokoh Adat dan Perintis Pembentukan
Provinsi Sulteng)
11.
Umar
Papeo
(Tokoh
Laskar Pemuda Indonesia Merdeka)
12.
Zainal
Abdin Betalembah
(Tokoh Cendekiawan Muslim dan
Pendiri GPPST)
13.
Zainuddin
Abdul Rauf
(Tokoh Parlemen Sulteng
Judul
Buku : MATINYA SANG TADULAKO (Sehimpun Cerita Rakyat
Sulawesi Tengah)
Penulis : Jamrin Abubakar
Tebal : 116 halaman
Ukuran : 14 X 20 Cm
Penerbit : Ladang Pustaka, 2013
Harga
: Rp 50.000,-
Stok : Tersedia
Adapun
ringkasan cerita dalam buku ini yaitu sebagai berikut:
MPOLENDA YANG TERKUTUK:
Mpolenda seorang pemimpin otoriter yang sulit dikalahkan dalam peperangan,
sehingga bertindak sewenang-wenang menguasai segala sumber ekonomi. Selain
sombong dan takabur, juga menganggap dirinya paling berkuasa. Akhirnya Mpolenda
bersama istri dan anaknya mendapat kutukan jadi patung megalit. Sampai sekarang
patung tersebut dapat dilihat di Desa Wanga Kecamatan Lore Utara, Kabupaten
Poso.
GADIS KULAVI DALAM POHON:
Perburuan yang dilakukan Sadomo, pemuda dari tanah Kaili sampai ke dataran
Kulavi membuatnya tersesat di tengah hutan. Meskipun tidak mendapatkan binatang
buruan, tapi seorang gadis cantik keluar dari dalam pohon yang kemudian
dijadikan istri dan menjadi asal-usul suku Kulavi di Kabupaten Sigi.
TUMBAL DI PULAU PELING:
Berawal dari musim paceklik, mengakibatkan Baku putra seorang pemimpin adat
meninggal dunia. Tetapi kemudian dari dalam kuburnya tumbuh ubi besar yang
kemudian menjadi sumber makanan pokok di Pulau Peling, Kabupaten Banggai
Kepulauan. Konon itulah asal mula adanya Ubi Banggai yang dipercaya sebagai
jelmaan dari manusia.
MATINYA SANG TADULAKO:
Panglima perang yang tak pernah terkalahkan dalam berbagai perang antarsuku.
Memiliki kesaktian yang sulit ditandingi lawan-lawannya, namun tiba masanya
berakhir. Sang Tadulako mati tragis setelah kepalanya ditumbuk alu oleh kekasih
yang dikhianatinya. Sampai sekarang patung Tadulako dapat dilihat di Desa Doda,
Kecamatan Lore Tengah, Kabupaten Poso.
TRAGEDI YAMAMORE:
Yamamore putri seorang Raja Towale melarikan diri dari istana demi menghindari
perkawinan paksa. Dalam pelariannya, ia bersembunyi dengan cara mencemplungkan
diri ke dalam telaga air asin. Maka sejak itulah Yamamore menghilang dan
tempatnya dinamai pusat laut atau Pusentasi.
PERANG MAHADIYAH:
Berawal dari keinginan Sang Pelaut menaklukkan Negeri Dampelas, akhirnya
terjadi perlawanan dari Mahadiyah. Peperangan pun terjadi hingga telaga yang
dijadikan area pertarungan kemudian menjadi Danau Dampelas di Desa Talaga.
SANG PUTRI DAN BENGGA BULA:
Putri cantik dari Tanah Kaili diasingkan karena terserang penyakit cacar di
tubuhnya. Dalam pengasingan itulah ia dikejar dan dijilat seekor Bengga Bula (kerbau putih), sehingga
kulitnya sembuh. Sejak itu pula pihak raja dan keturunannya pantang makan
daging kerbau putih.
PERKELAHIAN LABOLONG DENGAN LINDU:
Berawal perkelahian Labolong (seeokor anjing raksasa) dengan Lindu (belut
raksasa) di sebuah telaga kecil, akhirnya air meluap menjadi danau. Tempat
tersebut kemudian dinamai Danau Lindu yang dalam bahasa setempat Lindu berarti
belut.
LEGENDA SANG PALINDO:
Patung megalit Palindo atau Molindo di Padang Sepe, dataran tinggi Bada yang
mengisahkan tentang tokoh perlawanan terhadap serangan dari Kerajaan Luwu.
Konon Palindo yang bentuk miring dengan tangah mengarah ke kelaminnya itu
menunjukkan simbol persatuan orang Bada zaman dahulu tak mau ditaklukkan.
CERITA TENTANG KUCING KERAMAT:
Seekor kucing menyelam ke dalam telaga mengambil jarum milik Sang Putri yang
jatuh. Akibatnya, kucing itu basah kuyub dan tak lama kemudian hujan deras dan
banjir datang sehingga terbentuklah sebuah danau besar. Dalam mitologi beberapa
suku di Sulawesi Tengah, kucing masih disakralkan tidak boleh disakiti atau
disiram karena dipercaya akan menimbulkan bencana.
PETUALANGAN SAWERIGADING DI KERAJAAN
SIGI:
Saat
akan dilakukan perlagaan ayam milik sang pelaut Sawerigading dengan ratu
Ngilinayo, tiba-tiba terjadi gempa dahsyat. Memporak-porandakan negeri Lembah
Kaili membuat kapal Sawerigading hancur dan banjir bandang tiba dan tanah
longsor menimbun laut teluk Kaili menjadi lembah.
Judul Buku : DONGGALA
DONGGALA’TA DALAM PERGULATAN
ZAMAN
Penulis : Jamrin Abubakar
Ukuran : 14, 5 X 21 Cm
Tebal : 207 halaman
Penerbit : Ladang Pustaka, 2013
Harga : Rp 85.000,-
Stok : Tersedia
Buku ini mengungkap berbagai
kekayaan sejarah dan budaya Kota Donggala Tempo Doloe yang kini terlupakan
dalam sejarah. Zaman dahulu kota pelabuhan dan kota pemerintahan Hindi Belanda
di Sulawesi Tengah ini pernah mengalami kejayaan sebagai salah satu pusat
perdagangan dan ramai disinggai kapal-kapal niaga asing dan nusantara.
Berbagai peninggalan
kolonial kini terlentar tak terurus dan berbagai peristiwa sosial dan perjuangan
melawan penjajah, terungkap dalam buku ini. Sebanyak 21 artikel dalam buku ini
sebagai persembahan untuk pembaca
berbagai kalangan agar dapat mengetahui betapa pentingnya Kota Donggala
zaman dahulu sebagai gerbang perekonomian Sulawesi Tengah.
Donggala donggala’ta berarti
Donggala adalah milik kita bersama, siapapun dapat mengambil peran sesuai
bidangnya demi kemajuan pembangunan. Setidaknya harapan itu diinginkan penulis
dengan mengungkap sejumlah fakta dari sebuah perjalanan panjang perkembangan
Donggala, terutama adanya tinggalan sejarah dan budaya, namun nyaris
terlupakan. Tetapi dengan adanya buku ini, dapat “mengingatkan” kita tentang
apa yang sebelumnya terlupakan atau belum diketahui, kemudian sedikit tercerahkan.